Tepat tanggal 21 Agustus 2016 hari yang saya nantikan tiba juga. Pukul 12.45 saya sudah tiba di
Stasiun Pasar Senen sembari menanti Ekki dan Stephanus, saya mencetak tiket
terlebih dahulu. Ya, Ekki teman pendakian saya yang nantinya akan merindu di
Gunung Argopuro. Selama menunggu Ekki, saya kerap kali
berkomunikasi dengan Stephanus untuk mengetahui dimana keberadaannya.
Tak lama menunggu, Stephanus datang
sesaat sebelum pengecekan tiket. Saya menitip beberapa barang bawaan untuk
pertemuan berikutnya di Malang. Setelah itu, saya meminta Stephanus untuk
mengabadikan gambar saya dan Ekki dalam kamera yang saya bawa. Setelah itu?
Percakapan yang tidak ingin didengar pun terjadi...
“Ben,
ini lo berdua dari sini?”
“Maksudnya
gimana?”
“Nggak,
ini lo berdua dari Jakarta, nanti temen yg lain ketemu di Surabaya gitu?”
“Ha?
Nggak, gue emang berdua doang sama Ekki. Hehehe.”
“HAH?!
SERIUS LO? ARGOPURO LHO BEN.”
“Hahaha.
Doain ya.”
“Anjir,
ini anak gila. Kok lo mau sih, Ki?”
“Gapapa,
paling disana ketemu sama pendaki yang lain.”
“Anjir,
bae bae lo disana, kabarin gue sebisa mungkin. Sampe ketemu di Malang.”
“Hahaha.
Siap bosku!
Jangan lupa dibawain ya mas Step. Hahaha.”
Lalu saya berpamitan dengan Stephanus
dan melanjutkan perjalanan ke gate
dengan Ekki. Di sini cobaan dimulai. Ketika hendak hendaklah hendak hendak
ku rasa, puncaknya gunung hendak ditawan menunjukkan tiket dan kartu
identitas tabung gas yang berada di sisi kanan tas Ekki dilihat oleh petugas
dan diminta, dengan alasan tidak boleh ada benda tersebut di dalam gerbong kereta.
Tanpa banyak basa basi dan menahan emosi, saya bilang
“yaudah ambil aja gas-nya.”
Setelah kegiatan yang kurang
menyenangkan itu selesai, saya melanjutkan perjalanan dengan Ekki untuk mencari
gerbong kami dan bangku. Cobaan berikutnya dimulai. Saya berdiri diatas bangku
untuk menaruh carrier saya di kabin
bagasi dan ternyata kabin bagasi di bagian atas tempat duduk saya sudah terisi
oleh kardus milik orang lain. Hal ini yang membuat saya jengkel setelah
sebelumnya ada cobaan di gate. Tanpa
pikir panjang dengan posisi saya yang masih berdiri di atas kursi sambil
memegang carrier...
“Ini
punya siapa ya?”
Tidak ada yang menjawab dan
dengan posisi tetap berdiri diatas bangku
“Ini
barang punya siapa ya? Bisa tolong dipindah?”
Tidak ada yang merespon.
Kemudian saya naikkan volume suara saya
“Ini
barang punya siapa? Bisa tolong dipindah?”
Tak lama, ada bapak-bapak
tidak separuh baya bergegas mengambil kardus tersebut dan berkata
“Maaf.”
“Maaf.”
carrier milik Ekki |
Saya langsung mengangkut carrier milik Ekki ke kabin, kemudian carrier milik saya dibawah kursi. Kemudian
seorang bapak yang duduk di depan saya berkata...
“Nanti buat orang tidur?”
Saya mengabaikannya.
“Nanti untuk orang tidur.”
Saya tetap mengabaikannya dan
meminta Ekki untuk melanjutkan menaruh carrier saya di bawah kursi. Setelah itu
kami duduk dan saya berbisik pada Ekki
“ **** ”
Belum juga kereta melaju, cobaan
berikutnya kembali hadir. Bapak yang duduk di depan saya mengangat kaki dan
menaruhnya di ujung kursi saya. Sembrono sekali. Wow!
Perjalanan ini memakan waktu lebih dari
10 Jam, banyak sekali kejadian aneh yang kami alami, mulai dari suara
serek-serek knalpot bajaj yang sibuk teleponan sambil teriak-teriak. Kemudian
ada bapak-bapak yang sibuk teleponan sambil teriak-teriak saat menerima
telepon. Ditambah nada dering ponsel yang suaranya menggelegar.
22
Agustus 2016 kami tiba dini hari. Ya, pukul 01.45
langsung re-packing (karena carrier Ekki tampak elek bentukkan ne). Selesai
re-packing kami mencari tempat untuk rehat sembari menunggu pagi.
Pagi sudah memperlihatkan
kecantikannya, saya dan Ekki lantas bergegas untuk berjalan kaki keluar dari
Stasiun Surabaya Turi untuk mencari bus umum yang nantinya akan membawa kami ke
Terminal Bungurasih. Kurang lebih perjalanan yang kami tempuh satu jam untuk
sampai Terminal Bungurasih. Setelah sampai, kami dibingungkan oleh beberapa
petugas yang mencarikan alternatif untuk ke Terminal Besuki – Situbondo.
Setelah mencari kesepakatan bersama antara saya dan Ekki, akhirnya kami memilih pergi ke Terminal
Probolinggo terlebih dahulu kemudian menyambung bus umum lainnya untuk ke
Terminal Besuki. Terminal Probolinggo kemudian lanjut ke Terminal Besuki, di
terminal Besuki banyak sekali jasa-jasa yang menawarkan berebut. Mulai dari
ojek hingga angkutan. Saya dan Ekki memilih ojek menjadi sarana transportasi
selanjutnya untuk ke Basecamp
Baderan. Oh, ya, saya menyempatkan untuk sarapan di
dekat Terminal Besuki, berhubung jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Sarapan
yang kami pilih adalah Nasi Rawon.
Pemandangan menuju basecamp Baderan |
Dan yak, kami tiba di Basecamp Baderan. Kebetulan saya lebih
dulu, karena abang ojek saya sradak sruduk sekali sampai saya mengucap
istigfar. Alhamdulillah pendakian saya dalam edisi Merindu Gunung Argopuro kali
ini tidak berdua dengan Ekki saja. Tidak lama saya tiba di basecamp ternyata ada rombongan dari Jakarta Barat dan Tangerang
yang tiba. Detakan jantung saya kembali santai. Kekhawatiran saya juga alhamdulillah berkurang.
Bermodal SKSD, akhirnya keakbraban
terjadi. Meskipun sepertinya nggak akrab-akrab banget. Haha. Mulai dari canda
kecil hingga cengcengan yang menjurus. Sampai malam tiba, Ekki dan mereka masih
saja terus bercanda. Sementara saya dan Bang Oji tertidur pulas dalam tenda.
Namun, tetiba bapak-bapak itu (bapak yang ada di basecamp mengurus perijinan) meminta kami untuk melakukan
registrasi malam itu juga. Registrasi untuk simaksi dan biaya admin lainnya
dilakukan menjadi 2 kelompok. Mengingat saya dan Ekki memang 1 kelompok.
Kemudian kelompok Jakarta Barat dan Tangerang ini menjadi kelompok kedua.
Selesai melakukan registrasi mereka semua tetap kembali bercanda. Saya kembali
tidur dalam tenda.
Pengeluaran
yang keluar dari dompet Benaaa untuk pendakian ke Argopuro :
Tiket kereta api Pasar Senen – Surabaya
Turi : Rp 165ribu
Bus umum Stasiun Turi – Terminal
Bungurasih : Rp 6ribu
Bus umum Terminal Bungurasih – Terminal
Probolinggo : Rp 30ribu
Bus umum Terminal Probolinggo –
Terminal Besuki : Rp 12ribu
Nasi Rawson +es
teh manis : Rp 10ribu
Ojek Terminal Besuki – Basecamp Baderan
: Rp 35ribu
Simaksi
pendakian Gunung Argopuro via Baderan :
Weekday : Rp 20ribu
Weekend : Rp 30ribu
Biaya administrasi : Rp 25ribu/kelompok
ditunggu tulisan lanjutannya kaben :')
ReplyDeletesiappp! tungguin yaaa :))
DeleteMbak ... Lain kali naik nya exekutip aje yeeee hahaha
ReplyDeleteWakakakaka. papih yeee. itu sengaja naik ekonomi :))
DeleteSengaja lagi bokek yaaa hahaha
DeleteYa ampun, baru sampe kereta udah banyak banget cobaannya. Kalo gue pasti udah teriak-teriak. :")
ReplyDeleteyhaaa, karena mau seneng-seneng jadi yaaa ngga teriak2. wakakakkaa
Deletewah pengalaman yang menarik
ReplyDeleteyha.
DeleteKa ben mbok aku diajak merindu argopuro sih..
ReplyDeletekapan? skrg? nggak. makasih. masih sakit kakinyah
Deleteagrupuro lho beennnnn,,,weeh ko kalian berani bangettt yaa,,, gue,,,jelas, belum segitu nyalinya
ReplyDeletehehehehehhee.
Deleteada niat ada nyali. ganbate!
Entah kenapa dari awal cerita sampai akhir, Bena selalu terlibat dengan bapak-bapak.
ReplyDeleteNaik gunung? Kayaknya melelahkan banget yah...
ReplyDeleteBerani banget kalian mbak ._. eng... harus ditunggu nih cerita selanjutnya Mbak :D
ReplyDeletembak mau nanya, untuk pendakian argopuro boleh berdua aja yah?
ReplyDeleteenggak tau deh boleh berdua atau enggak,. waktu itu sih emang berdua terus gabung sama pendaki lainnya. jadi satu tim deh kami. kayaknya sih emang enggak boleh lah ya.. kayaknya.
DeleteNgga boleh mas min 8 orang, kalo ga salah .
DeleteKlo transport kereta dr surabaya sambung kereta lagi ada ga ke situbondo atw sekitarnya buat ke baderan
ReplyDelete