Entahlah, saya
bingung harus menulis paragraph pertama
ini dengan apa. Saya masih sangat amat takjub dengan pesona air mancur dari
Purwakarta itu dan juga masih sangat amat sedih karena kepergian.
Pagi itu, kabar
tak membahagiakan datang, tumpukan chat dari aplikasi whatsapp bertubi-tubi,
mengabarkan bahwa papih cumilebay meninggal. Ya, saya memanggil almarhum dengan
sebutan papih, almarhum banyak menceritakan suka duka menjadi travel blogger
dan mengajarkan banyak hal sebagai travel bloger kepada saya. Bahkan tak sering
saya konsultasi masalah ratecard dengan almarhum. Sedih bertumpuk pagi itu. Belum
selesai bersedih saya harus bersiap mengingat ada pertemuan di daerah Kebayoran.
Saat menunggu commuter line,
seseorang mengabarkan melalui whatsapp (yang isinya enggak perlu saya
beritahu), tanpa pikir panjang saya mengiyakan, maka dengan segera saya mencari
pasukan. Pasukan geng kuliner tidak ada yang bisa satupun, kemudian pasukan
w-buy terlebih - lebih. Hhh, hampir punah harapan saya, tapi saying saya belum
punah ke kamu. Seketika saya membuka lembaran chat di whatsapp dan melihat satu
pasukan belum saya hubungi, akhirnya saya menghubungi kamadig yang memang
sedang berada di Bandung. Tanpa pikir panjang Ka Vika mengiyakan dan kami semua
berangkat dari 2 kota yang berbeda. Saya dari Planet Namec dan Ka Vika, dkk
dari Bandung.
“Bena di mana? Kami jemput di mana?”
“Enggak tau, di sekitaran parcom kak.”
“Ka Vika udah di mana?”
“Masih Macet”
“Di maps berapa lama lagi sampenya?”
“Gara-gara alternatip jg dilalui orang-orang yang
kejebak macet.”
“Hua”
“40 menit lagi, Ben”
“Di maps aku 4 kg lagi kak. Eh, Kilometer. Kok
kilogram sih?”
“You will early”
“Padahal kalian dari Bandung.”
Ya, kira-kira
begitulah percakapan di messenger
antara saya dengan Ka Vika. Berkutat dengan jalanan malam minggu menuju ke
Purwakarta. Setelah tiba di Rumah Dinas, saya menunggu di teras dan disediakan teh
hangat. Wajah sudah enggak karuan letihnya. Iya, enggak ada alternative lain selain naik bus ekonomi
menuju purwakarta yang dadakan begitu. Ada kereta api, tapi sudah lewat
jam-nya. Jadinya tidak bisa memesan juga. Setelah bertemu dengan Ka Vika, Raim,
Ka Qoqod, Om Fajar, dan Haqi. Kami semua di persilakan untuk masuk melihat air mancur
yang terkenal itu. Iya, air mancur di di Taman Sri Baduga.
Mata saya
berbinar saat menyaksikannya, bibir saya bergetar dan tak luput mengatakan
“woghhhhhhhhhh, daebak”
Iya, saya
benar-benar merasa takjub dengan air mancur bergoyang itu. Saat melihat air
mancurnya, saya merasa lupa sedang bersedih, bahkan saya hampir lupa kalau
punya pacar. Lah gimana? Pantas saja mama saya minta ke sini juga, setelah saya
izin untuk pergi ke Purwakarta.
Purwakarta,
yang sebelumnya hanya dilalui ketika kamu pergi ke Bandung, kini telah menjelma
menjadi kota yang patut kamu kunjungi. Bukan hanya waduk Jatiluhur saja yang
berhasil mengubah sudut pandang. Tapi air mancur yang katanya terbesar di Asia
ini juga berhasil mengubah sudut pandang.
Tenang, kamu
enggak perlu mengeluarkan dana sedikitpun untuk menonton air mancur bergoyang
ini, karena Kang Dedi menyediakannya secara gratis. Padahal kalau dihitung
biaya lampu dan airnya sudah berapa watt listrik yang dihasilkannya itu. Hmmm. Kamu
juga enggak bisa sembarang hari jika ingin menontonnya, karena air mancur ini
hanya akan diputar setiap malam minggu sebanyak 2 kali. Sekitar pukul 19.00
hingga 20.00, jadi prepare-kan waktu
untuk melihat gerakan air mancur ini.
Perihal air
mancur, katanya, tempat yang dijadikan air mancur ini, dulunya adalah tempat
prostitusi, kemudian diubah menjadi kolam air mancur yang cantik daripada
penjaja wanita yang dijual di prostitusi itu.
Malam semakin
larut, saya tahu, kami semua memang letih karena jalanan yang bikin kesal
setengah mati, tapi letih kami terbayar lunas dengan adegan air mancur
tersebut. Aktivitas kamadig tidak hanya sampai di sana. Kami masih melanjutkan
berbincang dengan Kang Dedi Mulyadi, tapi sebelum berbincang, kami menunggu
Kang Dedi untuk menyelesaikan sesi fotonya bersama dengan warga Purwakarta. Saya
salut dengan Kang Dedi, beliau terus tersenyum dengan warganya meskipun matanya
sudah menunjukkan keletihan. Warga sangat antusias untuk berfoto dengan orang
nomor satu di Purwakarta. Dan akhirnya kami kebagian jam malam untuk berbincang
dengan Kang Dedi.
Keesokan harinya,
saya mengunjungi museum di Purwakarta, sampai ketemu di postingan tentang
museum selanjutnya!
Yogyakarta,
19 Maret 2017
Kesayangan
Kamu.
Psstt, terima kasih Haqi beberapa fotonya.
Emang air mancur itu lagi hits banget. Ah, baru tau cuma ada pas malam minggu doang. Gue kirain tiap malam. Hehe
ReplyDeleteBalada membawa berkah.. sampe juga lagi Purwakarta!
ReplyDeleteSaya mau nulis cerita perjalanan, ngunjungin blog Bena sebagai referensi.
ReplyDeleteFIX MAU KE PURWAKARTA BARENG BENA POKOKNYA......
ReplyDeletetempat wisata bandung salah satunya museum sri baduga. cocok nih buat liburan
ReplyDelete