Gunung yang memiliki ketinggian 2100 mdpl ini cukup menarik hati saya ketika tim darmawisata lainnya mendaki gunung kerinci.
Kebanyakan orang hanya mengetahui Gunung Kerinci ketika berada di Kersik Tuo. Bahkan menurut mereka yang menarik perhatian hanyalah Gunung Kerinci. Bagaimana enggak, Gunung Kerinci masuk dalam list 7 summit. Tentunya akan lebih banyak memilih Gunung Kerinci.
“Kalo Bena ke Gunung Tujuh aja gimana?”
“Ya, gapapa. Nanti minta temenin Allen.”
“Oke deh.”
Percakapan singkat saya dengan Ombing sebelum mereka semua memasuki jalur pendakian Gunung Kerinci.
Selepas mereka melakukan perjalanan, saya juga kembali ke penginapan. Kemudian melakukan kegiatan yang mengharuskan saya melakukannya. Mencuci dan menyetrika baju. Perjalanan 41 hari Darmawisata membuat saya dan beberapa kawan untuk keluar masuk laundry-an, tapi saya memilih untuk mencuci baju dan menyetrika baju pada setiap kesempatan. Hehehe.
“Danau Gunung Tujuh itu jauh, Om Abe?”
“Ennggak. 3 jam cuma.”
“Hoo, segitu..”
“Kenapa? Mau naikkah?”
“Iya, Om Abe temenin ya?”
“Kapan? Besok?”
“Boleh besok kalo enggak sibuk.”
“Yaudah nanti ditemenin Yaya ya, soalnya besok saya ke Ladang.”
“Oke siap.”
3 jam sekali jalan, 6 jam tektok. Jangan tergiur dengan waktu. Sungguh jangan tergiur. Terlalu menyepelekan waktu ternyata juga enggak baik. Siapa sangka perjalanan 3 jam sampai di puncak ini menghabiskan tenaga extra. Track landai tidak lebih dari 3 jalur, sisanya jalur menanjak semua. Saya merasa ditipu. Akar pepohonan menggerayangi jalur, salah langkah sedikit kamu akan jatuh. Dengkul ketemu jidat hal yang biasa di jalur pendakian Gunung Tujuh ini, yang enggak bias ajika jidat ketemu bibir kamu.
Selama perjalanan mendaki ini, saya menemukan burung Rangko yang mana kepakan sayapnya benar-benar terdengar (pada bagian ini saya merasa beruntung karena cukup jarang burung ini terdengar dan terlihat). Tikus, nyamuk-nyamuk yang berkeliling di sekitar wajah, vegetasi tumbuhan yang langka. Tapi, saya tetap salut dengan akar-akar yang membatasi gerak gerik kaki sehingga harus merangka lebih giat untuk terus sampai ke atas. Seperti sedang belajar di sekolah, ya.
Tenang, terdapat 3 shelter yang masih baru (ketika saya ke sini) yang dapat kamu nikmati untuk berisitirahat sembari menikmati kopi, teh, atau makanan instan lainnya. Masing-masing shelter sudah tersedia kayu untuk duduk dan atap. Ya, seada-adanya shelter. Shelter terakhir berada di Puncak. Sebentar, jangan berharap juga di Puncak mendapat pemandangan yang indah. Sekeliling hanya terdapat pohon-pohon yang menjulang tinggi. Jika beruntung, kalian dapat melihat danau dari ketinggian, tapi lebih sering tertutup dengan kabut.
Jangan pesimis. Setiba di Puncak, kalian bisa turun ke danau dan menikmati keindahan Danau Gunung Tujuh dari pinggiran danau sambil menikmati kopi dan nata de coco. Danaunya luas, airnya jernih, dan dingin. Ah, rasanya ingin berenang :)
Saat saya ke sini, sedang ada pembangunan jembatan untuk ke bukit sebelah. Biasanya bukit sebelah digunakan untuk camping. Jangan bahagia secepat itu, perjalanan dari puncak ke danau cukup membuat jantung berdegung kencang dan mata melotot kebingungan. Ada baiknya kalian memikirkan bagaimana kembali ke puncak, karena hanya 1 jalur untuk kembali ke basecamp Gunung Tujuh. Hehehehe.
Di Danau, terdapat juga kano dengan membayar Rp 5000 kamu sudah bisa ke bukit sebelah dan menikmati panorama dari posisi yang berbeda.
Meskipun hanya 3 jam perjalanan, jalur gunung tujuh cukup diancungi jempol. Cukup membuat napas terengap-engap, dengkul cenat-cenut. Serendah apapun gunung, seberapa lama waktu pendakian memang sebaiknya tidak diremehkan apalagi menganggap sederhana.
11 Desember 2017,
Danau Gunung Tujuh
Kesayangan Kamu.